Para pemimpin negara
menyadari bahwa perang memakan banyak korban. Perang juga membuat rakyat
menderita. Oleh karena itu para pemimpin mengusahakan perdamaian dengan jalan
perundingan. Pimpinan tentara Inggris menyadari, sengketa Indonesia dengan Belanda tidak mungkin diselesaikan melalui
peperangan. Inggris berusaha mempertemukan kedua belah pihak di meja
perundingan. Melalui meja perundingan diharapkan konflik bisa diatasi.
Berikut ini beberapa usaha perundingan yang
dilakukan.
Perjanjian Linggajati
Perundingan Linggajati
dilaksanakan pada 10 November 1946 di Linggajati yang terletak di sebelah
selatan Cirebon. Perundingan ini merupakan perundingan pertama antara pihak
Indonesia dengan Belanda. Dalam perundingan itu delegasi Indonesia dipimpin
oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir. Sementara delegasi Belanda dipimpin oleh Van Mook.
sumber: http://tribunia.blogspot.com/2013/01/perjanjian-linggarjati.html |
Pada tanggal 15 November
1946, hasil perundingan diumumkan dan disetujui oleh kedua belah pihak. Secara
resmi, naskah hasil perundingan ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dan
Belanda pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (Istana Merdeka)
Jakarta.
Isi Perjanjian Linggajati adalah sebagai berikut.
1. Belanda hanya mengakui
kekuasaan Republik Indonesia atas Jawa, Madura, dan Sumatra.
2. Republik Indonesia dan
Belanda akan bersama-sama membentuk Negara Indonesia Serikat yang terdiri atas:
Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, Negara Kalimantan.
3. Negara Indonesia
Serikat dan Belanda akan merupakan suatu uni (kesatuan) yang dinamakan
Uni Indonesia-Belanda dan diketuai oleh Ratu Belanda.
Dalam perundingan
Linggajati kedaulatan RI diakui secara de facto atas Sumatra, Jawa dan
Madura. Ini dapat memperkokoh berdirinya RI di mata dunia, meskipun wilayah
dipersempit.
wilayah Indonesia hasil perjanjian Linggajati |
Perjanjian Linggajati
tidak dilaksanakan dengan baik oleh Belanda, karena Belanda selalu berusaha
melemahkan kedudukan Indonesia dengan cara melakukan penyerangan dan menduduki
wilayah Indonesia, serta membentuk negara boneka.
Pada 21 Juli 1947, Belanda dengan tiba-tiba menyerang wilayah Republik Indonesia. Belanda berhasil merebut sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur sehingga wilayah Indonesia semakin sempit. Tindakan Belanda ini dikenal dengan nama Agresi Militer Belanda I.
Agresi Militer I
Tindakan agresi Militer Belanda I mendapat tentangan dari dunia internasional. Beberapa negara seperti India, Amerika Serikat, dan Australia mengecam tindakan Belanda ini. Mereka mengusulkan membahasnya di Dewan Keamanan PBB. Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK–PBB) berusaha mendamaikan Indonesia dengan Belanda. Agresi Militer Belanda Pertama mendapat kecaman dari dunia internasional, antara lain dari India dan Australia.
Pada
tanggal 1 Agustus 1947, DK–PBB bersidang dan memerintahkan untuk menghentikan
tembak-menembak. Dalam sidang tersebut, Indonesia diwakili oleh Sultan Sjahrir
dan Haji Agus Salim. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Indonesia dan Belanda
menyetujui penghentian tembak-menembak. Dengan kesepakatan tersebut,
berakhirlah Agresi Militer Belanda I.
Untuk
mengawasi pelaksanaan penghentian tembak-menembak dan mencari penyelesaian
secara damai, DK–PBB membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini
beranggotakan tiga negara yaitu Australia yang dipilih oleh Indonesia, Belgia
yang dipilih oleh Belanda, dan Amerika Serikat (dipilih oleh Australia dan
Belgia). Pada tanggal 27 Oktober 1947, KTN tiba di Jakarta untuk memulai
tugasnya.
0 komentar:
Posting Komentar