Perlawanan Rakyat di
Berbagai Daerah
Semenjak
kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA, muncul banyak perlawanan di
daerah. Semuanya bertujuan mempertahankan kemerdekaan dan keutuhan bangsa.
Berikut ini usaha-usaha rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerekaan.
Pertempuran di Surabaya
Perlawanan
rakyat terhadap Sekutu terjadi di mana-mana, termasuk di Surabaya. Kejadian
bermula sejak tentara Sekutu mendarat di Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945.
Pasukan Sekutu dipimpin oleh Jenderal A.W.S. Mallaby. Awalnya, kedatangan
mereka disambut baik oleh rakyat. Kedatangan Sekutu hanya untuk membebaskan
tawanan perang dan melucuti senjata Jepang.
Brigadir Jenderal Aubertin Mallaby |
Pada
tanggal 26 Oktober 1945, tentara Inggris menyerbu penjara Kalisosok, Surabaya.
Penyerbuan itu di bawah pimpinan Kapten Shaw. Bahkan, tentara Inggris memasuki
Kota Surabaya tanpa izin. Selain itu, mereka menduduki beberapa gedung secara
paksa. Tindakan-tindakan pasukan Sekutu menimbulkan kemarahan dan kebencian
rakyat. Rakyat bangkit dan mengadakan perlawanan terhadap Sekutu. Terjadilah
pertempuran hebat.
Pada
tanggal 28 Oktober 1945, pos-pos pasukan Sekutu diserang rakyat. Pada tanggal
29 Oktober 1945, para pemuda dapat merebut kembali tempat-tempat yang dikuasai
Sekutu. Dalam keadaan terjepit, Sekutu meminta kepada pemerintah Indonesia
untuk menghentikan pertempuran. Presiden Soekarno dan Menteri Penerangan Amir
Syarifuddin pun terbang ke Surabaya. Presiden meminta kepada rakyat Surabaya
untuk menghentikan serangan.
Pada
tanggal 30 Oktober 1945 tercapailah kesepakatan antara pemerintah Republik
Indonesia dengan Sekutu. Sekutu berjanji akan meninggalkan Surabaya. Namun,
pasukan Sekutu kembali tidak menepati janji. Akibatnya terjadi baku tembak lagi
dengan rakyat di dekat Jembatan Merah, Surabaya. Dalam peristiwa tersebut
A.W.S. Mallaby tewas. Peristiwa tersebut membuat terkejut dunia internasional.
Mobil Brigadir Jenderal Mallaby yang terbakar di dekat Gedung Internatio dan Jembatan Merah Surabaya |
Pada
tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimatum (ancaman). Isi
ultimatum yaitu ”Semua pimpinan dan para pemuda Indonesia harus menyerahkan
senjatanya kepada Inggris selambat-lambatnya pukul 06.00 tanggal 10 November
1945. Jika sampai batas waktunya tidak menyerahkan senjata, maka Surabaya akan
kami serang dari darat, laut, dan udara”. Ultimatum tersebut tidak digubris
oleh rakyat Surabaya. Sampai batas waktu yang ditentukan tidak seorang pun
menyerahkan senjata kepada Inggris. Hal ini membuat Inggris melaksanakan ultimatumnya
dengan menggempur Surabaya.
Di
bawah pimpinan Bung Tomo, Sungkono, dan R.M. Suryo, rakyat Surabaya menghadapi
Sekutu. Pada tanggal 10 November 1945 pukul 10.00 pagi, terjadilah pertempuran
besar. Sekutu menyerang Kota Surabaya dari darat, laut, dan udara. Jumlah
pasukan lebih dari 10.000 orang. Arek-arek Surabaya dengan semangat tinggi
terus mengadakan perlawanan. Mereka meneriakkan yel-yel ”Merdeka atau Mati!”
dan ”Lebih baik mati daripada hidup dijajah”.
Bung Tomo |
Pertempuran
berlangsung tidak seimbang, baik dari segi peralatan maupun jumlah pasukan.
Namun, rakyat Surabaya tidak gentar dan terus memberikan perlawanan. Ribuan
rakyat Surabaya menjadi korban dalam pertempuan tersebut. Untuk mengenang jasa
atas kerberanian dan pengurbanan rakyat Surabaya, maka setiap tanggal 10
November diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Partempuran Ambarawa
Pada
tanggal 20 November 1945, Sekutu mendarat di Semarang dipimpin oleh Brigadir
Jenderal Bethel. Tujuannya mengurus tawanan tentara Jepang yang ada di Jawa
Tengah. Sebagaimana kedatangannya di Surabaya, kedatangan Sekutu di Semarang
juga disambut baik oleh rakyat. Akan tetapi, setelah mengetahui Sekutu datang
diboncengi oleh NICA, maka sikap rakyat berubah. Kedatangan NICA dalam
rombongan Sekutu tersebut membuat marah rakyat. Apalagi secara sepihak Sekutu
mempersenjatai orang-orang Belanda yang ditawan di Ambarawa dan Magelang.
Pada
22 November 1945, tentara sekutu mengebom kampung-kampung di sekitar Ambarawa.
Tindakan tentara sekutu ini semakin memancing amarah rakyat sehingga terjadilah
pertempuran antara Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dengan tentara sekutu pada 26
Oktober 1945. Dalam pertempuran 26 November 1945, Letkol Isdiman pimpinan pasukan
TKR dari Puwokerto gugur di medan tempur. Beliau kemudian digantikan oleh
Kolonel Sudirman.
Kolonel Sudirman |
Dengan gugurnya Letnan Kolonel Isdiman, Kolonel Sudirman turun langsung ke medan
pertempuran Ambarawa. Kolonel Sudirman adalah Panglima Divisi Banyumas.
Kehadiran Kolonel Sudirman memberi semangat baru bagi pejuang Indonesia.
Pasukan Indonesia mengepung kota Ambarawa dari berbagai jurusan. Siasat yang
dipakai adalah mengadakan serangan serentak dari berbagai jurusan pada saat
yang sama. Pasukan Indonesia mendapat bantuan dari Yogyakarta, Surakarta,
Salatiga, Purwokerto, Magelang, Semarang, dan lain-lain.
Pada
tanggal 12 Desember 1945 pasukan Indonesia melancarkan serangan serentak ke
Ambarawa. Pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan Sekutu berhasil dipukul mundur
ke Semarang. Dalam pertempuran di Ambarawa ini banyak pejuang yang gugur. Untuk
memperingati hari bersejarah itu, maka setiap tanggal 15 Desember diperingati
sebagai Hari Infanteri. Selain
itu, di Ambarawa juga didirikan sebuah monumen yang diberi nama Palagan
Ambarawa.Pertempuran Medan Area
Gelombang
kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia memasuki kota Medan. Pasukan yang
dipimpin T.E.D. Kelly mendarat di Medan tanggal 9 Oktober 1945 . Tugas tentara
Sekutu adalah membebaskan tentara Belanda yang ditawan Jepang. Namun ternyata
tawanan itu kemudian dipersenjatai dan dijadikan anggota KNIL. Tindakan ini
membuat rakyat Medan marah. Di bawah pimpinan Ahmad Tahir, para pemuda
membentuk laskar perjuangan dan TKR Sumatra Timur.
Pada
tanggal 13 Oktober 1945 terjadi insiden di sebuah hotel di Jalan Bali,
Medan. Seorang anggota NICA menginjak-injak bendera merah putih yang dirampas
dari seorang pemuda. Pemuda-pemuda Indonesia marah. Hotel tersebut dikepung dan
diserang oleh para pemuda dan TRI (Tentara Republik Indonesia). Peristiwa
tersebut memicu kemarahan para pemuda. Akhirnya berkembang menjadi pertempuran
di berbagai tempat.
Menyusul
terjadinya pertempuran tersebut, Sekutu mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum
yaitu melucuti senjata yang dibawa para pemuda dan larangan membawa senjata.
Puncak kemarahan rakyat Medan terjadi pada tanggal 1 Desember 1945. Waktu itu
Sekutu memasang papan pembatas bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area
(batas wilayah kekuasaan Sekutu). TKR dan para pemuda pun mengadakan
perlawanan. Pertempuran yang terjadi di Kota Medan dikenal dengan Pertempuran Medan Area.
Jenderal
T.E.D Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata. Siapa yang
melanggar akan ditembak mati. Namun, para pemuda Indonesia tidak menggubris
ancaman tersebut. Perlawan terus berlangsung dan semakin sengit. Para pemuda
membentuk Komando Resimen Laskah Rakyat Medan Area. Perlawanan terhadap Inggris
dan Belanda terus berlanjut sampai Agresi Militer Belanda I pada bulan Juli
1947.
Bandung Lautan Api
Tentara
Sekutu mendarat di Bandung pada tanggal 17 Oktober 1945 dipimpin Jenderal Haw
Torn. Pasukan NICA yang membonceng Sekutu berusaha mengembalikan kekuasaan
Belanda di Indonesia.
Secara
sepihak Sekutu meminta agar senjata yang dilucuti pasukan TKR dari tentara
Jepang diserahkan kepada Sekutu. Tujuannya untuk menjaga keamanan bersama.
Permintaan Sekutu tersebut tidak ditanggapi oleh rakyat Bandung. Namun, Sekutu
justru mulai menduduki dan menguasai sejumlah kantor penting. Para pejuang pun
bangkit mengadakan perlawanan terhadap Sekutu dan NICA.
Tanggal
21 November 1945, Sekutu mengeluarkan ultimatum. Isi ultimatum agar para
pejuang mengosongkan Kota Bandung bagian utara paling lambat 29 November 1945.
Ultimatum tersebut tidak dihiraukan oleh para pejuang. Terjadilah pertempuran
antara pejuang TRI dan Sekutu. Pertempuran berjalan tidak seimbang, sehingga
para pejuang dan TRI tidak berhasil mempertahankan Bandung bagian utara.
Akhirnya, Kota Bandung terbagi menjadi dua bagian. Bagian utara diduduki Sekutu
dan Bandung selatan masih diduduki TRI.
Pada
tanggal 23 Maret 1946, Sekutu memberikan ultimatum kedua. Rakyat Bandung
diminta menyerahkan senjata dan mengosongkan Bandung bagian selatan. Akhirnya
Kolonel A.H. Nasution bersama para tokoh pejuang Arudji Kartawinata
bermusyawarah. Mereka mengambil keputusan untuk mematuhi perintah tersebut. Hal
itu demi menjaga keselamatan rakyat dan pertimbangan politik. Namun mereka
tidak bersedia menyerahkan Bandung bagian selatan dalam keadaan utuh. Atas
perintah Kolonel A.H. Nasution, rakyat diungsikan keluar Kota Bandung.
Setelah
itu para pejuang dan TRI menyerang pos-pos Sekutu. Selanjutnya mereka membumihanguskan
Kota Bandung bagian selatan. Serangan ini terjadi tanggal 23 Maret 1946
dipimpin oleh Arudji Kartawinata, Komandan TRI Bandung. Jadi, Kota Bandung
ditinggalkan dalam keadaan bumi hangus. Hal ini dilakukan agar tidak bisa
digunakan Sekutu. Peristiwa ini dikenal dengan Bandung Lautan Api. Seorang pejuang
bernama Mohammad Toha gugur dalam peristiwa tersebut.
Foto - foto berkaitan dengan pertempuran mempertahankan kemerdekaan Indonesia
Endang Susilaningsih. 2008. Ilmu pengetahuan sosial 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.[BSE]
Pendidikan Nasional.[BSE]
Reny Yuliati. dkk.. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.[BSE]
Pendidikan Nasional.[BSE]
Siti Syamsiyah. dkk.. 2008. Ilmu pengetahuan sosial 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.[BSE]
Pendidikan Nasional.[BSE]
Sri Mulyaningsih. 2009. Ilmu pengetahuan sosial 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.[BSE]
Pendidikan Nasional.[BSE]
Sutrisno. dkk.. 2009. Mengenal Lingkungan Sosialku Ilmu Pengetahuan Sosial. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.[BSE]
Suranti. dkk..2009. Ilmu pengetahuan sosial 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen
Pendidikan Nasional.[BSE]
Pendidikan Nasional.[BSE]
0 komentar:
Posting Komentar