Sumber : http://www.ceritaanak.org
1. Rajawali Yang Cerdik
Di Suatu hari yang panas seekor rajawali sangat haus dan ingin minum. Sungai amat jauh dan sangat melelahkan jika terbang ke sana untuk minum. Ia tidak melihat kolam air di mana pun. Ia terbang berputar-putar. Akhirnya ia melihat sebuah buyung di luar rumah. Rajawali terbang turun ke buyung itu. Di sana ada sedikit air di dasar buyung. Rajawali memasukkan kepalanya ke dalam buyung tetapi ia tidak menggapai air itu. Ia memanjat ke atas buyung. Ia memasukkan lagi kepalanya ke dalam buyung tetapi paruhnya tidak bisa mencapai air itu.
Kemudian ia mencari akal.
Rajawali itu terbang tinggi dan kemudian turun menuju ke buyung untuk memecahkannya dengan paruhnya tetapi buyung itu amat kuat. Ia tidak dapat memecahkannya. Rajawali itu keluar terbang kearah buyung kemudian ia menabrakkan sayapnya. Ia mencoba memecahkannya, agar airnya akan keluar membasahi lantai. Tetapi buyung itu amat kuat. Rajawali itu amat letih bila harus terbang lebih jauh lagi. Ia berpikir ia akan mati kehausan.
Rajawali itu duduk termenung di sarangnya. Ia berpikir terus menerus Ia tidak mau mati karena kehausan. Ia melihat banyak batu-batu kecil di tanah. Ia mendapatkan ide. Ia mengambil batu itu dan memasukkannya ke dalam buyung. Ia memasukkan dan memasukkan terus. Air itu naik lebih tinggi setiap kali batu jatuh ke dalam buyung. Buyung itu hampir penuh dengan batu. Air telah naik sampai ke permukaan. Rajawali yang pintar itu memasukkan paruhnya dan ia mendapatkan air. Pepatah mengatakan bahwa “ Jika ada kemauan pasti ada jalan. “ Rajawali itu telah membuktikannya.
2. Anjing Yang Rakus
Bruno adalah seekor anjing mencuri sepotong tulang yang besar di warung. Ia berlari kencang sekali sehingga tidak terkejar si tukang daging. Ia berlari ke ladang sambil membawa tulang di moncongnya. Ia ingin makan semuanya sendirian.
Anjing itu melewati sebuah sungai kecil. Ada sebuah jembatan sempit di atasnya. Ia berjalan di jembatan itu sambil melihat ke air. Ia melihat bayangannya sendiri di dalam air. Ia berpikir ada anjing lain dengan tulang di mulutnya. Anjing yang rakus itu berpikir tulang yang di mulut anjing itu lebih besar dari pada yang ia bawa.
Ia meloncat ke air untuk merebut tulang yang lebih besar dari anjing yang ia lihat tadi. Ia meloncat dengan sangat kuat sehingga tulang di mulutnya terlepas. Ia mencari di mana-mana tetapi tidak menemukan anjing yang lain. Bayangan tadi telah hilang.
Anjing yang bodoh itu pulang kelaparan dan kedinginan. Ia kehilangan tulang yang ia curi dari tukang daging dan tidak mendapatkan apa pun karena ia terlalu rakus.
3. Asal Nama Singapura
Ratusan tahun yang lalu hiduplah Sang Nila Utama, Raja Sriwijaya. Pada suatu hari, ditemani beberapa pengawal setianya, Raja pergi berlayar. Di perjalanan angin topan datang. Para pengawal mengusulkan agar Raja membatalkan niatnya.
Ratusan tahun yang lalu hiduplah Sang Nila Utama, Raja Sriwijaya. Pada suatu hari, ditemani beberapa pengawal setianya, Raja pergi berlayar. Di perjalanan angin topan datang. Para pengawal mengusulkan agar Raja membatalkan niatnya.
“Paduka, sungguh berbahaya meneruskan perjalanan pada saat seperti ini. Lebih baik kita singgah dulu ke tempat yang aman. Kalau hamba tak keliru, tempat terdekat dari sini adalah Pulau Tumasik. Bagaimana kalau kita ke sana sambil menunggu keadaan tenang,” kata kapten kapal.
Raja setuju. Perahu mereka pun merapat ke Pulau Tumasik.
Setelah mendarat, Raja meninggalkan kapal dan berkeliling melihat-lihat pulau itu. Ketika berkeliling itulah tiba-tiba seekor binatang berkelebat tak jauh darinya. Raja terkejut dan terpukau. Binatang itu begitu besar, berwarna keemasan, dan tampak gagah.
“Mahluk apakah itu?”
“Kalau hamba tak salah, orang-orang menyebutnya singa, Yang Mulia,” jawab salah seorang pengawal.
“Apa?”
“Singa.”
Raja lalu minta keterangan lebh banyak tentang biantang yang baru pertama kali dilihatnya itu. Dengan penuh perhatian Raja mendengarkana penjelasan pengawalnya.
“Kalau begitu, kita beri nama tempat ini Singapura. Artinya: Kota Singa”.
Sejak itulah kota itu bernama Singapura.
4. Emas dan Batu
Berkat kerja keras dan selalu menabung, petani itu akhirnya kaya raya. Karena tak ingin tetangganya tahu mengenai kekayaannya, seluruh tabungannya dibelikan emas dan dikuburnya emas itu di sebuah lubang di belakang rumahnya. Seminggu sekali digalinya lubang itu, dikeluarkan emasnya, dan diciuminya dengan penuh kebanggaan. Setelah puas, ia kembali mengubur emasnya.
Pada suatu hari, seorang penjahat melihat perbuatan petani itu. Malam harinya, penjahat itu mencuri seluruh emas si petani.
Esok harinya petani itu menangis meraung-raung sehingga seluruh tetangga mengetahui apa yang terjadi. Tak seorang tetangga pun tahu siapa yang mencuri emasnya. Jangankan soal pencurian, tentang lubang berisi emas itu saja mereka baru tahu hari itu. Kalau tidak ada pencurian, tak ada yang tahu bahwa petani itu memiliki emas yang dikubur di belakang rumahnya. Sebagian orang ikut bersedih atas pencurian itu, sebagian yang lain mengejek dan menganggap petani itu bodoh.
“Salah sendiri menyimpan emas di rumah. Mengapa tidak dijual saja dan uangnya dipakai untuk membangun rumah. Biar rumahnya lebih bagus, tidak reot seperti sekarang. Itulah ganjaran orang kikir. Kalau dimintai sumbangan, selalu saja jawabannya tidak punya. Sekarang, rasakan sendiri!”
Tetapi tak seorang pun yang berani terus terang mengejek atau mengumpat petani yang ditimpa kemalangan itu. Semua ejekan dan umpatan hanya diucapkan di antara sesama mereka saja, tidak di hadapan si petani. Hanya seorang lelaki tua miskin yang berani bersikap jujur kepada petani itu. Lelaki tua itu tinggal tak jauh dari rumah si petani.
“Sudahlah, begini saja. Di lubang bekas emas itu kuburkanlah sebongkah batu atau apa saja dan berlakulah seperti sebelum kau kecurian.”
Mendengar itu, si petani marah.
“Apa maksudmu? Kau mengejekku, ya? Yang hilang itu emas, bukan batu. Kau sungguh tetangga yang jahat. Kau memang orang miskin yang cuma bisa mengubur batu. Aku bisa mengubur emas atau apa saja semauku. Kini aku kehilangan emas dan kau enak saja menyuruhku mengubur batu. Kau pikir batu sama dengan emas?!”
Suasana pun gaduh. Orang-orang melerai.
Dengan tenang lelaki tua itu menjawab:
“Apa bedanya emas dan batu? Kalau kau bisa mengubur emas, seharusnya kau juga bisa mengubur batu. Tahukah kau, dengan mengubur emas berarti kau telah menjadikan logam mulia itu sebagai barang yang tidak berharga. Lalu, apa salahnya kau mengubur batu dan berkhayal yang kau kubur itu adalah emas.”
5. Kucing yang terlupakan
Di sebuah perumahan, hiduplah seekor kucing berwarna hitam. Nama kucing itu Molly. Ia tinggal di rumah keluarga Jones. Molly selalu memburu dan memakan tikus-tikus yang suka mencuri makanan di dapur keluarga Jones.
Molly memang seekor kucing yang lucu dan menggemaskan. Matanya berwarna hijau dan kumisnya panjang berwarna putih. Ia suka mendengkur dan sangat senang bila tubuhnya dibelai.
Namun, tidak seorang pun di keluarga Jones suka membelai Molly. Kedua anak di keluarga Jones kurang menyukai binatang, sedang nyonya Jones sering membentak Molly jika ia mengeong waktu nyonya Jones sedang memasak ikan.
Di samping rumah keluarga Jones, hiduplah seorang anak bernama Billy. Billy adalah anak yang baik dan sangat menyayangi binatang. Karena itu ia juga sangat menyayangi Molly. Setiap sore Molly melompat dari pagar keluarga Jones untuk mencari Billy dan minta dibelai. “Alangkah senangnya aku jika Molly ini kucingku,” kata Billy kepada ibunya. “Aku ingin memelihara kucing juga, bu!” Tetapi ibu Billy tidak ingin memelihara binatang di rumahnya, walaupun sebenarnya ia juga suka kepada Molly.
Pada suatu hari kuarga Jones pergi ke luar kota. Saat hendak berangkat, anak-anak keluarga Jones berpamitan kepada Billy. Rupanya mereka hendak pergi berlibur selama sebulan.
Setelah memasukkan semua barang ke dalam taksi, keluarga Jones berangkat. “Molly pasti diajak juga,” pikir Billy. Namun ia keliru. Ia sangat terkejut saat melihat Molly masih ada di halaman rumah keluarga Jones. Billy lalu menceritakan hal itu kepada ibunya. “Pasti ada orang yang diberi tugas untuk merawat dan memberi makan Molly setiap hari,” kata ibu Billy.
Molly bertanya-tanya ke mana tuannya pergi. Setelah lama menunggu ia menggaruk-garuk pintu dapur dengan cakarnya berharap dibukakan pintu. Tetapi tampaknya tidak ada orang di dalam rumah. Molly lalu memeriksa kalau-kalau ada jendela yang terbuka sehingga ia bisa masuk, tapi ternyata semua jendela terkunci rapat.
Molly merasa kesepian. Tetapi ia berharap tuannya akan pulang nanti sore.
Tetapi setelah lama menunggu tuannya tidak juga pulang. Molly mulai merasa kelaparan. Ia juga kedinginan karena harus tidur di luar. Walaupun bersembunyi di dalam semak-semak, ia tetap basah karena kehujanan. Molly mulai sakit.
Dua hari telah berlalu. Karena kelaparan Molly memakan tulang kering yang ditemukannya dan juga daun-daun kering yang ada disekitar rumah. Penyakitnya juga semakin parah. Ia bersin-bersin dan lemas.
Pada hari keempat Molly sudah menjadi sangat kurus. Ia bahkan hampir tidak bisa berjalan karena sangat lemah. Ia lalu teringat kepada Billy, anak yang tinggal di rumah sebelah. Siapa tahu Billy bisa memberinya makanan.
Ia lalu berjalan pelan menuju rumah Billy. Saat melihat Molly, Billy hampir tidak mengenalinya lagi. “Astaga!, kaukah itu Molly?” seru Billy terkejut. Ia berlutut dan membelai Molly. “Oh kasihan, kau sangat kurus, pasti kau kelaparan. Apakah tidak ada orang yang diberi tugas untuk memberimu makan?”
Billy segera mengambilkan ikan dan susu untuk Molly. “Oh kasihan,” kata ibu Billy. Untuk sementara biar saja ia tidur di dapur kita.”
Molly sangat senang. Setelah makan dengan lahap, ia lalu tidur dengan nyenyak di dapur ibu Billy. Billy bahkan memberinya tempat tidur dari kotak kayu. Billy juga membersihkan badannya yang kotor karena beberapa hari tidur di semak-semak.
Malamnya, Molly benar-benar terkejut. Ternyata dapur ibu Billy banyak sekali tikusnya. Maka ia pun menangkap tikus-tikus itu, karena ia ingin membalas kebaikan Billy dan ibunya.
Keesokan harinya ibu Billy terkejut karena melihat banyak sekali tikus yang telah ditangkap oleh Molly. Ibu Billy sangat senang. Molly pun menjadi semakin disayang di keluarga itu.
Sebulan kemudian, keluarga Jones pulang dari berlibur. Dengan berat hari Billy mengantar Molly pulang ke rumah keluarga Jones. Tapi, setiap diantar pulang, Molly selalu melarikan diri dan kembali ke rumah Billy. Molly tahu bahwa Billy dan ibunya sangat menyayanginya, tidak seperti keluarga Jones yang tega menelantarkannya.
Karena keluarga Jones tidak terlalu memperdulikan Molly akhirnya mereka pun memberikan kucing itu kepada Billy.
Akhirnya Molly pun tinggal bersama Billy dan ibunya. Ia sangat bahagia karena selalu disayang dan dibelai. Ibu Billy pun senang karena dapurnya menjadi bebas dari gangguan tikus.
0 komentar:
Posting Komentar